-->

Friday, December 16, 2011

Pengertian Subhat

Setelah tingkatan perkara-perkara kecil yang diharamkan, maka di bawahnya adalah syubhat. Yaitu perkara yang tidak diketahui hukumnya oleh orang banyak, yang masih samar-samar kehalalan maupun keharamannya. Perkara ini sama sekali berbeda dengan perkara yang sudah sangat jelas pengharamannya. Oleh sebab itu, orang yang memiliki kemampuan untuk berijtihad, kemudian dia melakukannya, sehingga memperoleh kesimpulan hukum yang membolehkan atau mengharamkannya, maka dia harus melakukan hasil kesimpulan hukumnya. Dia tidak dibenarkan untuk melepaskan pendapatnya hanya karena khawatir mendapatkan celaan orang lain. Karena sesungguhnya manusia melakukan penyembahan terhadap Allah SWT berdasarkan hasil ijtihad mereka sendiri kalau memang mereka mempunyai keahlian untuk melakukannya. Apabila ijtihad yang mereka lakukan ternyata salah, maka mereka dimaafkan, dan hanya mendapatkan satu pahala.

Imam Ahmad menafsirkan bahwa syubhat ialah perkara yang berada antara halal dan haram yakni yang betul-betul halal dan betul-betul haram. Dia berkata, "Barangsiapa yang menjauhinya, berarti dia telah menyelamatkan agamanya. Yaitu sesuatu yang bercampur antara yang halal dan haram."

Ibnu Rajab berkata, "Masalah syubhat ini berlanjut kepada cara bermuamalah dengan orang yang di dalam harta bendanya bercampur antara barang yang halal dan barang yang haram. Apabila kebanyakan harta bendanya haram, maka beliau berkata, 'Dia harus dijauhkan kecuali untuk sesuatu yang kecil dan sesuatu yang tidak diketahui.' Sedangkan ulama-ulama yang lain masih berselisih pendapat apakah muamalah dengan orang itu hukumnya makruh ataukah haram”

Al-Shan'ani berpendapat bahwa yang dimaksud dengan syubhat adalah hal-hal yang belum diketahui status halal dan haramnya hingga sebagian besar orang yang tidak tahu (awam) menjadi ragu antara halal dan haram. Hanya para ulama yang mengetahui status hukumnya dengan jelas, baik berdasarkan nash ataupun berdasarkan ijtihad yang mereka lakukan dengan metode qiyas, istishb, dan sebagainya'' Adapun menurut Taqiyuddin An-Nabhani arti dari syubhat adalah ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tidak bisa diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Syubhat terhadap sesuatu bisa muncul baik karena ketidakjelasan status hukumnya, atau ketidakjelasan sifat atau faktanya

Barangsiapa yang masih ragu-ragu terhadap suatu perkara, dan belum jelas kebenaran baginya, maka perkara itu dianggap syubhat, yang harus dia jauhi untuk menyelamatkan agama dan kehormatannya; sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits Muttafaq 'Alaih:
Artinya:”Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “. (Riwayat Bukhori dan Muslim)


Merujuk pada pengertian tersebut, syubhat memang bukan sebuah status hukum seperti halal, haram, makruh, wajib, dan sunat. Syubhat sesungguhnya menggambarkan pengetahuan objektif sebagian besar orang terhadap status hukum suatu perkara. Sebab, dalam pandangan hukum, tidak ada satu pun masalah yang tidak memiliki status hukum. Sekalipun kadang-kadang diperdebatkan, ketidakjelasannya bukan karena keraguan, tapi berlandaskan keilmuan yang jelas.

Jadi, sebenarnya bagi orang yang tahu, status suatu perkara sudah jelas, sekalipun debatable di kalangan orang yang sama-sama tahu. Sementara status syubhat muncul dari ketidaktahuan, bukan dari pengetahuan. Selamanya akan meragukan dan tidak akan pernah melahirkan kemantapan dalam menentukan sikap terhadap perkara tersebut. Kondisi seperti ini pasti akan melanda sebagian besar umat, terutama kelompok awam.

Seringkali umat menghadapi sesuatu yang tidak jelas dan meragukan. Bahkan para ulama sendiri, dalam kasus-kasus tertentu akan menghadapi situasi yang membingungkan seperti itu. Sementara Islam sama sekali tidak menghendaki hinggapnya keraguan dan kebingungan dalam hati umatnya. Islam selalu mengajarkan agar segala sesuatu dilakukan atas dasar keyakinan. Keyakinan merupakan salah satu prinsip beragama yang paling penting dalam Islam.

1 comments:

Aziz said...

makasih uraiannya, semoga kita bisa terhindari dari perbuatan subhat ini.

Post a Comment

Template by:
Free Blog Templates